Oleh-oleh dari Kajian Seminat Informatika Kesehatan UNDIP
Hari Rabu tanggal 6 Oktober 2010 kemaren kami bertujuh dari kelas SIMKES diundang menghadiri seminar di Hotel Plaza Semarang. Senangnya, karena selama kuliah di Semarang belum pernah mengikuti kajian ataupun seminar yang berhubungan dengan informatika kesehatan. Karena acara dimulai jam 08.00 pagi jam setengah delapan aku dan teman satu kosku sudah siap di kampus untuk berangkat bersama kelima teman yang lain. Tetapi budaya ngaret seperti biasa tidak bisa dihindari, jam setengah sembilan barulah rombongan kami berangkat ke tempat seminar yang letaknya lumayan jauh dari kampus UNDIP pascasarjana.
Sampai di sana, acara sudah dimulai, begitu kami memasuki ruangan moderator langsung menyambut kami dengan ucapan “selamat datang mahasiswa pascasarjana SIMKES UNDIP, selanjutnya mari kita rehat untuk coffe break sejenak, silakan menikmati hidangan yang sudah disediakan sebelum kita melanjutkan ke acara selanjutnya”. Malu juga rasanya, baru datang sudah langsung disuruh makan, tapi karena tadi pagi belum sempat ngopi dan melihat kue-kue cap “RATUKU” ( alias ora thuku/ga beli) di atas meja, dengan menunduk-nunduk piring kami penuh juga dengan kue-kue itu.
Seminar ini diselenggarakan oleh Laboratorium Informatika Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP.
Pembicara I : DR. Lily Kresnowati, M.Kes membahas tentang Peran Koding dalam INA_DRG
DRGs (Diagnosisi Related Group’s) adalah cara pembayaran pasien (dalam hal ini di Indonesia baru diterapkan pada pasien Jamkesmas dan telah mulai dilaksanakan sejak tahun 2006) dengan satuan per diagnosis. Pembayaran dilakukan berdasarkan diagosis keluar pasien. Konsep sederhananya adalah rumah sakit mendapatkan pembayaran rata-rata biaya yang dihabiskan oleh berbagai rumah sakit untuk suatu diagnosis.
Dalam pembayaran dengan DRG rumah sakit maupun pihak pembayar tidak perlu lagi merinci tagihan berdasarkan pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG. Kode tersebut nantinya akan dimasukkan ke dalam software INA-DRG yang sayangnya tidak gratis karena rumah sakit harus membayar lisensi tiap tahunnya, jika lisensi tidak diperpanjang maka rumah sakit tidak dapat mengklaim tagihannya kepada pihak asuransi.
Pada penerapan INA-DRG dilapangan masalah yang sering timbul adalah apabila petugas pengentry data salah menentukan atau membaca diagnosis keluar pasien, maka hal itu akan berakibat salah juga dalam besarnya tagihan yang diklaim rumah sakit. Makin besar dan makin lama kesalahan yang dilakukan maka akan makin banyak kerugian yang diderita rumah sakit.
Pembicara II : Sholi, M.Kom membahas tentang Penerapan Software Free/Open Source untuk Sistem Informasi Rumah Sakit.
Rumah sakit sebagai salah satu pihak yang membutuhkan teknologi informasi sudah saatnya untuk mempertimbangkan migrasi ke sistem open source, beberapa alasannya adalah sebagai berikut :
- Harga, Open source tidak berfokus pada harga, tetapi pada ketersediaan sumber aplikasinya.
- Kemudahan. Easy to use tentu berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Secara umum dewasa ini interface program-program open source tidak jauh berbeda dengan program propietary, mungkin beberapa istilah berbeda, atau ada beberapa istilah baru yang sebelumnya tidak dikenal.
- Ketangguhan, semakin populer suatu produk biasanya semakin banyak gangguan terhadapnya. Contoh nyata adalah virus dan malware. Didunia open source jarang dan bahkan tidak ada virus yang beroperasi, bukan hanya karena kepopuleran produk tetapi juga karena pondasi sistem, contohnya Mac-OSX dengan windows yang memiliki kepopuleran yang sama, dalam hal ini Mac-OSX lebih aman terhadap serangan virus dibandingkan windows.
- Dukungan. Kendala terbesar penerapan open source adalah minimnya dukungan vendor karena kebanyakan open source berbasis pada komunitas, karena itu harus dilakukan pelatihan dan pendampingan yang total dalam penerapan open source.
- Teknologi, pada awalnya perkembangan teknologi didahului oleh kaum akademisi yang bersifat open/share. kemudian diambil alih oleh korporasi (IBM, Apple dan Microsoft), dan sekarang kembali lagi ke open source.
Di akhir seminar, selain diadakan sessi tanya jawab juga ada sharing pengalaman dari beberapa petugas yang berkecimpung dalam teknologi informasi di rumah sakit.
Pertanyaan terakhir adalah apakah teknologi informasi di rumah sakit atau di bidang kesehatan mampu beralih ke program open source sehingga dalam penerapannnya biaya yang dikeluarkan akan lebih murah, dan tentunya manfaat-manfaat lain seperti yang diuraikan di atas.
Menjadi PR buat kita semua para praktisi dan pemerhati teknologi informasi kesehatan, untuk memikirkan kemajuan di dunia teknologi informasi kesehatan ke depan.
Disarikan dari makalah DR. Lily Kresnowati, M.Kes : Peran Koding dalam INA_DRG dan Sholi, M.Kom : Penerapan Software Free/ Open Source untuk Sistem Informasi Rumah sakit yang disampaikan pada Seminar Kajian Semintat Informatika Kesehatan di Hotel Plaza Semarang tanggal 6 Oktober 2010.
berdasarkan pengamatan pribadi, kendala terbesar penerapan TI di bidang apapun adalah SDM yang akan menjalankannya. Profesionalisme mereka dalam bekerja sangat menentukan dalam penerapan TI di lingkungan kerja.
BalasHapusiya betul,akibatnya banyak software yg terbengkalai. Kadang dlm perencanaan TI sering dilupakan masalah pembinaan,pelatihan dan pendampingan pada pengguna softwarenya, selesai diimplementasikan tidak ada evaluasi. Apalagi di daerah kalau menemui masalah sering tidak tahu harus bertanya kemana.Seharusnya belajar dari masalah ketidaksiapan SDM tersebut, tidak ada lagi software yang terbengkalai ya..
BalasHapus