Dimanakah Hari Tuaku Berada?

Pulang dari pasar saat hendak membayar ongkos ojek, tiba-tiba aku dikejutkan suara seorang nenek yang berteriak minta tolong. Terburu-buru aku meletakkan barang belanjaan di depan pintu dan berlari ke rumah tetanggaku dimana teriakan minta tolong itu tadi berasal, karena pintu rumahnya terbuka dan tidak ada orang di dalam aku langsung saja masuk ke dalam. Aku cari-cari ternyata nenek ada di sumur, terjatuh dengan muka yang pucat pasi dan basah kuyup. Mungkin tadi beliau  mau ke WC tapi karena tidak ada orang dirumah dan anaknya di rumah sebelah tidak mendengar jadi dia berusaha sendiri.

Sudah beberapa tahun ini nenek tetanggaku menderita stroke dan mengakibatkan kakinya lumpuh, sebenarnya dia tinggal bersama anak dan menantunya tapi mungkin mereka sedang pergi keluar. Anak-anak dan menantu yang lain juga tinggal bersebelahan rumah dengan beliau, tapi entah mengapa tidak ada yang mendengar teriakannya tadi. Dengan susah payah aku membantunya berdiri, syukurlah tidak lama kemudian anak perempuannya yang tinggal disebelah datang.

Cukup lama aku mengenalnya dari sejak beliau masih muda, suaminya sudah lebih dahulu meninggalkannya. Sewaktu masih muda, beliau seringkali memarahi dan memukul anak-anaknya, bahkan kata-kata hardikan dan makian juga sering dilontarkan. Anaknya yang bungsu seusia denganku, dulu dikala masih anak-anak kami sering bermain bersama, jadi kalau dia dimarahi  aku hanya menonton saja sebelum biasanya ibuku menyuruh aku masuk rumah.
Sekarang di masa tuanya, nenek itu sudah lumpuh dan tak berdaya. Sering aku mendengar dia berteriak memanggil anak atau menantunya minta tolong dipapah ke kamar mandi atau ke sumur, dan sering juga aku mendengar suara keras dari anak-anaknya membentaknya. Mungkin anak-anaknya bosan atau lelah mengurusnya yang kembali tidak berdaya seperti bayi.

Aku sering menyaksikan orang tua yang dulu dimasa mudanya suka membentak dan memarahi anak-anaknya, di saat sudah tua dan tidak berdaya anak-anaknya gantian memperlakukannya persis seperti itu. Ada keluarga dekat ibuku yang kakinya diamputasi karena penyakit diabetes, sehingga kemana-mana harus digendong anaknya, dan tiap kali dia minta tolong, anaknya melakukannya dengan kasar dan sambil bersungut-sungut.

Aku jadi teringat kedua orang tuaku, mereka membesarkan kami tanpa pukulan dan hardikan, sepanjang yang aku ingat aku dan saudara-saudaraku yang lain tidak pernah dipukul atau dibentak, paling-paling hanya dimarahi itupun tidak menghardik dengan kata-kata kasar. Kedua orang tuaku meninggal di usia relatif muda dan tanpa sakit yang lama, Bapakku meniggal dalam tidurnya di usia 47 tahun sedangkan ibuku meninggal akibat stroke dan hanya dua hari dirawat beliau meninggal dunia. Kedua orang tuaku tak sempat menyaksikan keberhasilan ke empat anak-anaknya punya pekerjaan yang mapan dan tidak sempat menikmati limpahan materi dari anak-anaknya. Mereka pergi seolah tidak ingin membebani kami. Aku dan adikku dulu sering menangis tiap kali menerima gaji bulanan kami, seandainya ibu dan Bapak masih hidup kami ingin membelikan barang-barang mewah untuk mereka. Tapi mereka pergi meninggalkan kami tanpa sempat kami melakukan itu.

Semua itu membuat aku berpikir, apakah masa muda ini gambaran masa tua kita nanti?Aku tidak tahu, tetapi semua kejadian itu membuat aku berfikir bahwa karma itu nyata, bahwa apa yang kita tanam hari ini akan kita tuai nanti. Apakah jika kita memperlakukan anak-anak kita dengan hardikan, makian, dan pukulan kelak merekapun akan melakukan hal yang sama ketika kita telah tua dan tak berdaya? Lalu dimanakah masa tuaku nanti berada? Apakah aku akan berakhir seperti orang tuaku, meninggal tanpa merepotkan orang lain, ataukah aku akan berakhir seperti nenek tetanggaku, menjadi tua dan tak berdaya sehingga selalu bergantung pada pertolongan orang lain. Entahlah....

Dalam hati aku berdoa, Ya Allah, aku ingin meninggal tanpa menyusahkan orang lain, dan aku ingin mati dalam husnul khotimah, amiiinnnn.......





Komentar

  1. nice story.... :D
    keep you always write with our own way, Sist...
    i really enjoy your story

    BalasHapus
  2. hik2, turut sedih membacanya.

    BalasHapus
  3. boleh nangis koq kalo sedih, ga dilarang heheee

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Story (Erich Segal)

Resensi Buku : Three Cups of Tea