The kite runner (Khaled Hosseini)

Bagaimanakah rasanya mengkhianati seorang sahabat setia yang selalu ada untuk membantumu, meninggalkannya di saat seharusnya kau mampu menolongnya. Ketika perasaan bersalah mulai timbul, menyingkirkannya jauh-jauh dari kehidupanmu adalah sebuah pilihan terakhir, agar terbebas dari rasa bersalah tiap kali memandang wajahnya. Namun rasa bersalah itu akan terus mengejar, seperti hantu siang dan malam, dan ketika karma menemukan jalannya, akankah perasaan bersalah itu terbayar lunas, dan memerdekakan jiwamu yang telah lama ditawannya.

Amir dan Hassan dilahirkan di kota Kabul Afghanistan yang damai sebelum pecahnya perang, menyusu dari payudara yang sama, namun tetaplah status Hassan hanya sebagai pelayan bagi keluarga Amir yang kaya raya. Apapun yang Amir minta Hassan akan melakukannya dengan senang hati. Saat musim kompetisi layang-layang tiba, Hassan akan berlari sekencang-kencangnya mengejar layang-layang putus untuk Amir. Seperti sore itu, “untukmu yang ke seribu kalinya” kata Hassan sambil tersenyum saat melihat ada layang-layang putus dan bersiap-siap mengejarnya. Dan disore yang tak kan pernah terlupakan seumur hidup Amir itulah sahabatnya Hassan bertemu dengan Assef seorang remaja gila yang kemudian bersama teman-temannya mensodomi Hassan. Amir menyaksikan semua kejadian itu dari balik tembok, sehaarusnya dia berteriak, tapi dia tidak melakukannya karena ketakutan yang membuat mulutnya terkunci. Seharusnya Amir melakukan sesuatu, untuk menolong Hassan, seharusnya dia melakukan sesuatu.

Hassan tidak pernah meminta apa-apa dari Amir, bahkan saat dia tahu bahwa Amir melihat perbuatan Assef padanya tetapi Amir tidak menolongnya, Hassan hanya diam. Amir mulai dihantui perasaan bersalah sejak itu, dia bahkan tak sanggup lagi bertemu dan menatap mata sahabatnya Hassan. Satu-satunya cara agar dia terbebas dari perasaan bersalah yang terus menghukumnya adalah dengan meyingkirkan Hassan untuk selama-lamanya. Amir menuduh Hassan telah mencuri arloji baru yang dihadiahkan ayahnya pada hari ulang tahunnya. Diluar dugaannya ayahnya yang sangat disiplin itu justru memaafkan Hassan, tetapi Hassan dan ayahnya memilih meninggalkan rumah keluarga Amir. Sejak hari itu Amir tidak pernah melihat Hassan lagi. Namun setelah Hassan pergi, tak ada lagi yang tersisa dari masa kecilnya, seperti layang-layang putus sebagian dari dirinya terbang bersama angin

Kabul diduduki tentara Sovyet, tak ada lagi kehidupan yang damai dan semua kemewahan yang pernah dimiliki keluarga Amir, bersama dengan sebagian besar penduduk Afghanistan yang lain Amir dan ayahnya keluar meninggalkan Kabul dan menetap di Amerika. Dari sahabat ayahnya Amir mengetahui cerita yang selama ini menjadi rahasia ayahnya, bahwa ternyata Hassan adalah saudara tirinya dan bukan pelayan keluarga mereka, Hassan telah meninggal dunia dibunuh oleh tentara Thaliban dan meninggalkan seotang putra bernama Sohrab yang masih tertinggal di Kabul. Perasaan bersalah itu mengejar Amir kali ini lebih hebat karena ternyata Hassan adalah saudaranya. Amir bertekad akan mengeluarkan Sohrab dari Afghanistan dan membawanya tinggal bersama keluarganya di Amerika.

Ternyata menyelamatkan Sohrab bukanlah hal yang mudah, dan masa lalu itu menjelma menjadi karma baginya karena sekali lagi dia bertemu Assef yang telah memiliki kekuasaan dari pemerintah Thaliban di Kabul. Kali ini Sohrab yang menyelamatkan Amir saat Assef hampir membunuhnya. Berbagai rintangan dihadapinya untuk menyelamatkan Sohrab. Sampai akhirnya dia berhasil mengeluarkan Sohrab dari Afghanistan dan membawanya tinggal di Amerika.

Sore itu Amir dan istrinya menyaksikan Sohrab bermain layang-layang,ketika layang-layang Sohrab putus dan terbawa angin Amir segera berdiri dan berkata “Aku akan mengejarnya untukmu Sohrab, untukmu yang ke seribu kalinya”. Amir berlari kencang, seorang pria dewasa berlari di tengah kerumunan anak-anak. Amir berlari dan terus berlari, biarlah angin menerbangkan jauh-jauh perasaan bersalah yag selalu menghimpitnya, terbang bersama angin…..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Story (Erich Segal)

Resensi Buku : Three Cups of Tea

Dimanakah Hari Tuaku Berada?