Belajar Dari Pasar

Selama libur kuliah ini hampir tiap hari saya pergi ke pasar, pasar tradisional tempat dijual berbagai macam sayur dan bumbu, bukan mall atau supermarket. Saya suka mencoba resep-resep masakan terutama yang baru dan belum pernah saya buat, mulai dari goreng belut lombok ijo sampai soto betawi yang berkuah santan. Setelah memasak biasanya saya makan dengan lahap, apalagi karena memasak sendiri saya jadi terbebas dari MSG atau vetsin atau penyedap rasa yang sering bikin perut saya mual. Adik-adik saya juga dengan lahap menyantap masakan yang saya hidangkan, mereka bilang enak, membuat saya jadi geer dan semakin semangat mencari resep-resep baru di internet untuk dicoba.

Setelah browsing berbagai resep hari ini saya memutuskan untuk memasak soto betawi dan tempe mendoan lengkap dengan sambel soto dan empingnya. Sudah lama saya tidak mencicipi soto betawi jadi ga ada salahnya hari ini mencoba resep yang satu ini, apalagi bumbu dan bahan-bahannya tidak terlalu sulit dicari. Setelah mencatat semua bahan yang dibutuhkan saya segera berangkat ke pasar naik angkot.

Yang pertama saya tuju adalah tempat penjual bumbu, ada seorang ibu yang berjualan bumbu cukup lengkap, saya berjongkok di sampingnya dan mulai memilih merica, buah pala, kemiri, dan saat hendak mengambil ketumbar saya tidak menemukan bungkusan yang lebih kecil, jadi saya bertanya kepada ibu itu 
Saya : "Bu, ga ada yg lebih kecil ketumbarnya, yang ini kebanyakan." 
Ibu penjual bumbu : "Punya saya ada mbak, mau beli ketumbarnya yang punya saya aja?"
Saya :"Lho saya pikir ini dagangan ibu?" saya jadi bingung.
Penjual bumbu :"Bukan, itu punya teman saya, dia sedang sholat jadi tadi menitipkan dagangannya sama saya."
Saya : "Oh ya udah kalo gitu saya beli bumbunya ibu aja" sambil mengembalikan bumbu yang sudah saya pilih tadi.
Penjual bumbu  : "Nggak apa-apa mbak, ketumbarnya saja punya saya kan tadi mbak udah pilih dagangan teman saya, kasihan teman saya nanti."
Dalam hati saya berpikir jujur juga ibu itu, dia begitu setia kawan dan sangat menjaga amanah dari temannya.

Setelah membayar saya menuju tempat sayur mayur, pembelinya ramai sekali penjualnya yang hanya dua orang itu terlihat kewalahan, saya yang sudah memegang kentang dan tempe dari tadi untuk ditimbang tidak kunjung dilayani. Ibu-ibu disebelah saya yang juga ingin membeli kentang mulai tidak sabar dan akhirnya membanting bungkusan kentangnya sambil bersungut-sungut dia pun pergi. Saya sendiri sebenarnya juga sudah tidak sabar, apalagi begitu melihat ada ibu yang datang lebih lambat dari saya tapi malah dilayani lebih dulu. Akhirnya tiba juga giliran saya dilayani, dengan agak kesal saya membayar uang kepada penjual yang dari tadi hanya cemberut saja, dia pun tidak kalah kesalnya dengan saya setengah melempar dia mengembalikan sisa uang saya. Huhh ingin marah rasanya, tetapi saya ingat bahwa saya mendapat pelajaran betapa susahnya belajar sabar dan menahan marah di tempat ramai seperti ini. Pelan-pelan saya menarik nafas dan menghembuskannya untuk mengembalikan mood saya yang sempat terganggu tadi.

Selanjutnya tempat ikan dan daging, disini lebih ramai lagi , suara penjual ikan dan daging yang rata-rata laki-laki semua saling bercanda dan meledek. Apalagi jika ada gadis cantik yang lewat serasa berada di pasar burung saja. Saya paling tidak betah berada di sini, tidak nyaman rasanya apalagi menghadapi pertanyaan penjual daging yang sok akrab tanpa sadar saya menjawabnya dengan sangat ketus. Penjual daging itu akhirnya tidak bertanya lagi tapi cepat-cepat memberikan belanjaan saya, Astaghfirullah...saya merasa bersalah,  dilayani judes marah, dilayani dengan ramah marah juga. Sepertinya saya harus banyak belajar menahan diri, terutama menahan marah.

Karena barang belanjaan saya sudah cukup banyak saya memanggil anak-anak penjual kantong kresek -di Bengkulu kami menyebutnya kantong asoyy- saya menyerahkan koin 500an kepada anak itu dan dia membantu saya memasukkan belanjaan ke dalam kantong, tiba-tiba badan saya disenggol seorang Bapak yang memanggul beras 3 karung di punggungnya karena badan saya kecil saya hampir jatuh untung saya sempat menggapai pinggiran meja penjual di dekat saya. " Ya Allah pak, sakit tau." saya berteriak marah sambil memegang lengan saya, pasti lebam biru nanti. Tapi Bapak itu malah bilang "Salah sendiri kalau berdiri jangan di tengah jalan", katanya sambil berlalu begitu saja, tanpa maaf dan rasa sesal sedikitpun. Apakah kemiskinan menumpulkan perasaan sayang dan kasihan pikir saya, kalau begitu pantas saja Rasulullah bersabda kemiskinan itu dekat dengan kekufuran. Terburu-buru saya meninggalkan pasar, saya ingin segera berada di rumah.

Sampai di rumah lega rasanya, saya mengingat-ingat apa saja yang terjadi di pasar tadi, dipasar semuanya ada, kejujuran, kesetiakawanan, kesabaran, ketabahan, kesopanan dan ketidaksopanan, kemarahan, kekerasan, bahkan kejahatan. Semua itu tidak akan membuat saya takut pergi ke pasar, dimanapun di bumi ini saya akan selalu menemukannya Saya berharap semua itu menjadi pelajaran agar saya kuat menghadapi masalah apapun dan dimanapun, semoga pelajaran-pelajaran yang saya temui setiap hari dimanapun dan kapanpun akan membuat saya lebih bisa mengendalikan sifat-sifat jelek saya sehingga saya bisa menonjolkan sifat-sifat baik yang saya punyai.Amiin...

Komentar

  1. Mana ft soto betawinya koq ga diupload..:)

    BalasHapus
  2. pasti enak sotonya kaa.....

    BalasHapus
  3. dr. Achmad H. Oktavianto17 September 2010 pukul 23.52

    kesabaran akan selalu berbuah kebaikan,
    dan kebaikan akan dekat dengan kebahagiaan.
    tulisan yang amat bagus. Keep on shining!

    BalasHapus
  4. amiin...makasih doanya pak achmad....

    BalasHapus
  5. "...saya mengingat-ingat apa saja yang terjadi di pasar tadi, dipasar semuanya ada, kejujuran, kesetiakawanan, kesabaran, ketabahan, kesopanan dan ketidaksopanan, kemarahan, kekerasan, bahkan kejahatan... dimanapun di bumi ini saya akan selalu menemukannya..." --> dan saya tidak perlu takut lagi mau pergi kemanapun...

    sangat suka dengan paragraf terakhir itu mb....

    rini

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Story (Erich Segal)

Resensi Buku : Three Cups of Tea

Dimanakah Hari Tuaku Berada?