Resensi Buku : Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya


Judul  :  Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya      
Pengarang : Ajahn Brahm
Penerbit : Awareness Publication
Halaman : 307 Halaman
Harga : Rp. 50.000,-


Buku ini terdiri dari 108 kisah yang diceritakan oleh pengarangnya Ajahn Brahm,  beliau adalah seorang lulusan Cambridge University jurusan Fisika Teori, pada usia 23 tahun Ia memutuskan menjadi petapa dalam tradisi hutan Thai. Selama 35 tahun sebagai petapa ia menghimpun berbagai kisah yang menyentuh, menggelikan, dan mencerahkan. 108 kisah dalam buku ini berasal dari kisah hidupnya sendiri dan orang lain, dibumbui kisah klasik tempoe doeloe mengenai pemaafan, pembebasan dari rasa takut dan pelepasan dukalara. Judul buku ini di ambil dari judul kisah yang ke-108.
Berikut ini adalah penggalan kisah si cacing :
Dua orang biksu merupakan teman dekat sepanjang hidup mereka. Setelah mereka meninggal, satu terlahir sebagai dewa di sebuah alam surga yang indah, sementara temannya terlahir sebagai seekor cacing di seonggok tahi.

Sang Dewa segera merasa kehilangan kawan lamanya, dan bertanya-tanya dimanakah dia terlahir kembali. Dia tidak bisa menemukannya di alam surga yang ditinggalinya, lalu dia pun mencari temannya di alam-alam surga yang lain. Temannya tidak ada disana pula. Lalu berikutnya Sang Dewa mencari ke dunia serangga dan jasad renik, dan kejutan besar baginya…dia menemukan temannya terlahir sebagai cacing di dalam seonggok tahi yang menjijikkan!

Ikatan persahabatan mereka sangat kuat, sampai-sampai melewati batas kematian. Sang Dewa merasa dia harus membebaskan kawan lamanya ini dari kelahirannya yang mengenaskan tersebut, entah karma apa yang membawanya ke situ.

Sang Dewa lalu muncul di depan onggokan tahi tersebut dan memanggil , “Hei, cacing! Apakah kamu ingat aku? Kita dahulu sama-sama jadi biksu pada kehidupan sebelumnya dan kamu adalah teman terbaikku. Aku terlahir kembali di alam surga yang menyenangkan sementara kamu terlahir di tahi sapi yang menjijikkan ini. tapi jangan khawatir, karena aku akan membawamu ke surga bersamaku. Ayolah, kawan lama!”
“Tunggu dulu!” kata si cacing, “apa sih hebatnya ‘alam surga’ yang kamu ceritakan itu? Aku sangat bahagia di sini bersama tahi yang nikmat dan lezat ini. Terima kasih banyak!”
“Kamu tidak mengerti!” kata Sang Dewa, lalu dia melukiskan betapa menyenangkan dan bahagianya berada di alam surga.
“Apakah di sana ada tahi?” tanya si cacing, to the point.
“Tentu saja tidak ada!” dengus Sang Dewa.
“Kalau begitu aku emoh pergi!” kata Si Cacing mantap. “Sudah ya!” Dan Si Cacing pun membenamkan dirinya ke onggokan tahi tersebut.

Penasaran dengan kelanjutan kisahnya? Baca langsung di bukunya, karena kalau ditulis lengkap kisahnya di sini nanti dimarahi penerbitnya. Tetapi menurutku secara keseluruhan kisah-kisah di buku ini menarik, dalam artian kalimat-kalimat yang digunakan jenaka, inspiratif, dan mencerahkan. Walaupun ada beberapa kisah yang menurutku bukan kisah tetapi lebih mirip opini atau pendapat pengarangnya saja.  Tetapi itu hanya sebagian kecil dari keseluruhan kisah di buku ini, selebihnya kisah-kisahnya sangat menarik. Kemudian satu lagi, rasanya membaca buku ini sangat mengingatkanku pada seri buku-buku Chicken Soup For The Soul.

Selamat membaca bukunya teman-teman, semoga resensi ini bermanfaat sebelum kalian memutuskan membeli bukunya…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Story (Erich Segal)

Resensi Buku : Three Cups of Tea

Dimanakah Hari Tuaku Berada?