Tidak adakah surga di bawah telapak kaki ayah?

Berceritalah sahabatku di sela-sela waktu istirahat kuliah di kampus tentang musibah yang menimpa adik iparnya, sebutlah namanya Aisyah agar lebih mudah aku menceritakannya kepada kalian . Aisyah baru saja melahirkan anaknya yang ke-dua, tetapi malangnya anak tersebut hanya beberapa detik saja menghirup udara di dunia, karena tak berapa lama kemudian bayi mungil tersebut meninggal dunia.


Tidak ada yang aneh dalam kehamilan Aisyah yang kedua ini, apalagi dia sudah mempunyai pengalaman yang cukup pada kehamilannya yang pertama. Saat masa kehamilan sudah cukup dan sudah muncul tanda-tanda akan melahirkan, Aisyah dengan diantar ibu dan saudara-saudaranya yang lain segera pergi ke rumah sakit tanpa didampingi suaminya karena suaminya bekerja jauh di Jayapura.  Sampai di rumah sakit bidan yang memeriksa mengatakan bahwa sudah terjadi pembukaan tiga, artinya tidak lama lagi Aisyah akan melahirkan sampai semua pembukaan lengkap dan sempurna.
Tetapi entah kenapa, tiba-tiba bayi di dalam perutnya tidak bergerak sama sekali, dan betapa terkejutnya bidan yang tadi memeriksa karena setelah diperiksa tidak ada pembukaan sama sekali, padahal sebelumnya sudah terjadi pembukaan tiga. Untuk mempercepat proses pembukaan maka dilakukan induksi, tetapi tetap saja tidak terjadi pembukaan sama sekali. Aisyah mulai merasakan kesakitan yang teramat sangat. Orang-orang yang mengantarkan pun mulai merasa cemas karena Aisyah terus menangis dan menjerit kesakitan.

Tiba-tiba seorang saudara mengingatkan untuk memanggil ayah Aisyah, maka dijemputlah ayahnya. Sesampainya di rumah sakit ayahnya langsung memeluknya dan mengatakan “aku sudah memaafkanmu sejak dulu nak…”, dan subhanallah tiba-tiba saja terjadi pembukaan lengkap dan bayi yang dikandungnya terlahir, tetapi sayangnya tidak lama kemudian bayi itupun meninggal dunia.

Temanku bercerita, selama ini Aisyah sangat membenci ayahnya. Sewaktu masih muda ayahnya selingkuh dengan perempuan lain, kemudian setelah menikahi perempuan selingkuhannya itu ayahnya malah mengusir Aisyah, ibu beserta adiknya dari rumah mereka. Bertahun-tahun mereka hidup dalam kesengsaraan dan tidak dipedulikan sama sekali oleh ayahnya. Sejak itu Aisyah menyimpan dendam dan sangat membenci ayahnya. Waktu kemudian menyadarkan ayahnya, beliau ingin minta maaf kepada ibu dan kedua anaknya tersebut, berkali-kali ayahnya memohon maaf pada Aisyah tetapi Aisyah tetap tidak mau memaafkan. Hingga kemudian kejadian di yang diceritakan di awal tadi menyadarkan Aisyah dari kekeliruannya selama ini.

Aku teringat pada sebuah kisah lama, sewaktu bapakku baru meninggal aku sangat sedih, apalagi aku tidak pernah menyangka bapakku meninggal dalam usia yang relatif muda 45 tahun, Bapakkupun tidak pernah menderita sakit yang berat semasa hidupnya. Sewaktu beliau masih hidup, aku sangat dekat dengannya, padanya aku bisa bertanya apa saja, beliau sangat mahir berbahasa inggris, dan disaat orang lain belum banyak yang bisa mengoperasikan komputer bapakku sudah sangat mahir meggunakan benda tersebut. Satu hal lagi yang membuatku sangat dekat dengan bapak, kalau meminta uang padanya beliau selalu memberi dalam jumlah yang cukup banyak untuk ukuranku (mungkin karena Bapak tidak tahu berapa jumlah uang jajan yang pantas buat anak sekolah saat itu), tidak seperti mama yang selalu memberi uang jajan pas-pasan.

Kerinduanku pada bapak waktu itu membuatku bercerita tentang kenanganku bersamanya kepada sahabatku yang lain. Sambil menangis aku menceritakan betapa aku sangat menyayangi dan merindukan bapakku yang pergi terlalu cepat. Sahabatku mendengarkan dengan sabar semua kesedihanku, tetapi jawabannya kemudian sungguh membuat aku tidak dapat melupakannya hingga hari ini. Sahabatku berkata, “Aku ingin bapakku juga meninggal seperti bapakmu, agar aku bisa mengingat kenangan yang indah-indah saja bersamanya”. Aku tak mengerti apa maksudnya, temanku melanjutkan “Bapakku kawin lagi, aku benci pada perbuatannya, benci karena dia telah menyakiti ibuku, walaupun dia masih hidup sama saja rasanya dengan dia sudah meninggal, karena dia sudah tidak pernah mempedulikan ibuku dan kami anak-anaknya. Jadi lebih baik kalau dia meninggal, karena aku akan mengingat kenangan yang indah saja bersamanya, tidak seperti sekarang ini”.

Aku sungguh tercengang mendengar cerita sahabatku itu, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Dalam hati aku ingin berkata dia masih beruntung jika rindu dia masih bisa bertemu dengan bapaknya, sedangkan aku hanya bisa memandang fotonya. Tetapi aku tak sanggup berkata apa-apa, karena rasanya akupun juga tak kan sanggup menerima kenyataan jika bapak yang sangat kukagumi dan kucintai berlaku seperti bapak sahabatku itu. 

Tetapi bagaimana mungkin aku akan sanggup melupakan, dia yang membanting tulang mencari uang agar kami sekeluarga bisa makan dengan cukup, memeras keringat agar bisa membeli rumah untuk tempat kami berteduh dengan nyaman, dia yang melindungi keluarga, dia yang menjaga kehormatan keluarga. Dia yang sekuat tenaga berpacu dengan roda kehidupan yang kian hari kian sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dia yang ikhlas melakukan semuanya, lalu tidak adakah surga di telapak kakinya? 

Aku mencintai Bapakku sama besarnya seperti aku mencintai mamaku, aku meletakkan keduanya sama tinggi dalam hatiku. Aku percaya Allah meletakkan pintu surga yang sama di bawah telapak kaki mama dan juga bapak. Aku percaya pintu itu ada sepasang, di telapak kaki mama dan juga bapak, tak mungkin hanya ada satu.

Kita tidak bisa memilih ingin dilahirkan dari orang tua yang sempurna. Kedua orang tua kita bagaimanapun keadaannya, dan apapun kesalahan yang pernah mereka perbuat, karena merekalah kita ada dan cukupkanlah rasa syukur itu untuk memaafkan kekhilafan mereka sebagai manusia.

Komentar

  1. makasih ya tika..tulisan ini bisa mengingatkan yang membacanya tentang jasa seorang ayah
    yang mungkin sedikit banyak kurang diingat..

    padahal dialah yang telah bekerja keras memenuhi kebutuhan keluarga sejak anak2nya masih kecil hingga dewasa..
    melindungi keluarganya..menjaga kehormatan keluarga..

    kalaupun ada salah langkah dalam hidupnya, harusnya kita bisa melihat itu sebagai kesalahan seorang manusia biasa,
    karena kesalahan itu tidak akan bisa merubah status dia sebagai ayah kandung kita, baik didunia bahkan di akhirat kelak..

    trimakasih ya tika...

    BalasHapus
  2. iya mas...sosok ayah tak banyak bicara tapi slalu ada saat kita butuhkan,dia bahkan tak pernah menceritakan kesulitannya memenuhi kebutuhan hidup keluarga, dia akan slalu berusaha agar keluarganya bahagia tak peduli pada kesehatan dan kebahagiaannya sendiri...i miss my dad soo much....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Story (Erich Segal)

Resensi Buku : Three Cups of Tea

Dimanakah Hari Tuaku Berada?