Apakah kita sedang memandang bulan purnama yang sama?


 Biasanya aku menghabiskan malam minggu atau malam-malam lainnya  di kamar kos yang sempit, bergelut dengan buku-buku yang berserakan dan tangan tak lepas menggenggam mouse, sambil mata menatap layar laptop. Tapi berhubung ujian proposal tesis telah berhasil aku lewatkan dengan hasil cukup memuaskan -karena aku mendapat nilai baik dari ke empat penguji- ingin rasanya aku merayakan lepasnya beban sementara ini.Aku mengajak kedua teman kosku untuk makan di tempat yang spesial malam itu, tidak di warteg atau nasi penyet langganan dekat kosan.


Malam itu malam minggu sepanjang JL. Imam Bardjo depan kampus UNDIP ramai pedagang kaki lima menjajakan makanan yang kelihatannya enak-enak, ada sop buntut, soto ayam, pecel, sate sapi, gule kambing, jagung dan pisang bakar, aneka seafood, dan lain-lain sampai bingung mau makan apa. Akhirnya pilihan jatuh ke nasi pecel mbok sador- yang kata temanku adalah nasi pecel paling enak di Semarang. Kami masuk ke warung tenda yang sudah ramai sekali dengan pembeli mengantri, sayur-sayuran dan bermacam-macam sate berjejer mengundang selera. Aku memilih nasi dengan sayuran komplit dan lauknya sate telur puyuh. Yang menarik adalah nasi pecel tersebut disajikan dengan daun pisang dibentuk kerucut tanpa piring sama sekali, wahh kagok juga aku memegangnya  takut tumpah makananku...

Semakin malam semakin banyak orang yang datang, kalau dilihat dari nomor polisi kendaraan yang mereka pakai sepertinya bukan dari daerah Semarang saja, ada yang dari Jakarta, Surabaya bahkan Bali, mungkin mereka mendengar cerita dari orang-orang tentang kelezatan nasi pecel mbok sador ini. Hmm...soal rasa lidah emang ga bisa bohong...Harganya ternyata lumayan murah, nasi pecel dan teh botol cukup bayar Rp. 7000 saja, tapi sayangnya perutku masih lapar, rupanya pecel tadi sekedar mampir saja di ususku, kami lanjut lagi beli jagung serut keju dan pisang bakar coklat dibungkus.

Trotoar depan kantor telkom yang tadinya sepi sekarang sudah ramai oleh orang-orang yang duduk, malah ada yang membawa tikar dan duduk dengan santainya. Di langit bulan purnama bulat sempurna, cantik sekali...Kamipun segera bergabung dengan orang-orang itu sambil membuka bungkusan jagung dan pisang bakar yang tadi dibeli. Aku memandang ke sekeliling, memperhatikan orang-orang yang sedang duduk bersantai, di sebelah kami para lelaki asyik merokok sambil tertawa sepertinya mereka mahasiswa, tak jauh dari tempatku duduk ada pasangan yang umurnya tak terlalu muda lagi mungkin suami istri, di sebelah mereka duduk bergerombol laki-laki dan perempuan asyik berdiskusi mungkin mahasiswa yang sedang membicarakan kegiatan kampus mereka.

Tiba-tiba terdengan suara dari TV besar di tengah jalan (aku baru tau kalau TV besar itu namanya videotron), ooo rupanya sedang ada pemutaran film pendek yang disponsori sebuah merk rokok, pantas saja ada beberapa wanita dengan dandanan sexy yang dari tadi menawarkan rokok kepada orang-orang di dekat kami. Iseng pikiranku menebak-nebak berapa kira-kira gaji sales rokok itu, karena mereka cantik-cantik dengan make up, sepatu dan baju yang tampaknya mahal harganya, hmmm...pasti mereka digaji lumayan pikirku, karena tidak mungkin gajinya habis hanya untuk membeli baju dan sepatu saja.

Sebuah suara cempreng membuyarkan khayalanku, seorang anak kecil berumur sekitar 7 tahunan dengan raambut keriting dan tubuh gempal menyanyi sambil menari di depanku dan kawan-kawan, kami saling berpandangan dan refleks saja tertawa melihat anak itu. Uang receh di dompetku sudah habis kuberikan pada pengemis yang dari tadi datang silih berganti, rupanya teman-temanku yang lain juga begitu, anak kecil itu bersungut-sungut sambil berkata "enak-enakan makan jagung..". aku langsung menyodorkan jagungku yang baru kumakan sedikit tapi dia malah berkata " sorry ya masa makan sisa orang.." haaa aku tercengang, langsung kujawab "eh kalo makan sisa mbak nanti ketularan pinter lho..." anak kecil itu berlalu sambil mencibirku.

"maaf ya mbak kalo asap rokoknya mengganggu..." seorang laki-laki di sebelah kami berbicara dengan temanku.
"Wahh sayang mas asapnya dibuang, mubazir...ditelan aja.." kata temanku sambil tertawa.
"Wah, katanya asapnya nggak baik ya buat kesehatan..." kata laki-laki itu sok akrab
"Kuliah dimana mbak-mbak ini?" temannya yang lain mulai ikut-ikutan mendekat.
"Di Undip...Kesehatan " temanku menjawab
"Lho bukannya kesehatan di atas (tembalang), DIII ya?" 
"Bukan...pascasarjana " temanku yang wajahnya paling irit menjawab
Mereka semua langsung tertawa "wahh S2 yaaa....ngeriiii..." salah seorang dari mereka berkata.

Aku memandang ke langit, di sana bulan purnama terlihat makin cantik dengan sinarnya yang keperakan. Entah karena terbawa suasana, tiba-tiba perasaanku jadi melankolis. Aku memikirkan orang yang aku sayangi, apakah dia sedang berada di luar rumah juga, apakah dia memandang ke langit, apakah kami sedang memandang bulan purnama yang sama?

Aku melirik jam tanganku, jam 20.30 sudah waktunya pulang. Jalanan makin ramai dengan orang-orang yang baru datang, para penjaja makanan makin sibuk melayani pembeli. Aku mengajak teman-temanku pulang, ada perasaan tak nyaman melewatkan malam di luar rumah. Bagaimanapun indahnya suasana malam di luar, bagiku rumah tetap tempat paling nyaman. Sambil tertawa dan bercanda kami kembali ke kos, sekilas aku melihat bayangan sepasang laki-laki dan perempuan di sudut yang gelap, entah apa yang mereka lakukan di kegelapan itu. Aku mempercepat langkahku, ingin segera sampai di kamar kos yang sempit tapi membuatku merasa aman. 


 Naah...nonton filmnya dari TV besar yg di tengah itu....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Story (Erich Segal)

Resensi Buku : Three Cups of Tea

Dimanakah Hari Tuaku Berada?