Sekolahan anak orang kaya

Angkot yang kutumpangi berjalan tersendat-sendat, tak biasanya jalanan macet bahkan saat hujan sekalipun, apalagi hujan deras dari pagi sudah berubah menjadi gerimis saat menjelang petang. Seperti biasa penumpang di dalam angkot sepi, hanya ada aku dan seorang ibu yang duduk dekat pintu. Setelah beberapa menit tampaknya angkot kami hanya berjalan beberapa meter saja, kami mulai penasaran ada apa.
 " Tumben macet pak, ada apa di depan, apa ada pohon roboh?” tanya ibu-ibu di depanku.
Akupun ikut menjulurkan kepala  mencoba melihat ke depan.
"Ah biasa bu kalau jam segini macet, itu anak-anak orang kaya pulang sekolah, yang antar jemput pada pake mobil jadinya macet" kata pak sopir santai.
sekolah anak orang kaya? sekolah apa ya, seingatku dulu di jalan ini cuma ada satu sekolah negeri yang termasuk sekolah favorit, apa sekolah itu yang dimaksud, ah tapi masa sih pikirku.
"ooo sekolahan terpadu itu ya pak" ibu yang di depanku menimpali.
"iyaalah itu bu, yang sekolah di situ kan anak orang kaya semua, kalau jemput atau antar anaknya pakai mobil semua jadi bikin macet."
"iya pak, anak sodara saya ada yang sekolah di situ, dia emang orang kaya sih mobilnya bagus, kalau saya anak saya di sekolah negeri saja, ga sanggup saya nyekolahin anak di situ"
"kalau saya orang kaya, saya antar jemput anak saya pakai alikopter  bu" pak sopir tertawa, aku juga ikut nyengir mendengar dia menyebut helikopter dengan alikopter.
"yah tambah macet lah pak nanti alikopternya parkir dimana pula?” pak sopir dan ibu itu asik bersahutan mengomentari mobil-mobil yang memadati jalanan, anak-anak berseragam sekolah tampak menghambur ke jalanan mungkin menunggu jemputan masing-masing.

Aku hanya tersenyum-senyum mendengar gurauan mereka, sambil menunggu jalanan lancar kembali aku memikirkan kata-kata pak sopir tadi. Sekolahan anak orang kaya...sekolah terpadu seperti itu memang sesuai dengan namanya karena  lulusan yang dihasilkan memiliki kelebihan dari segi pembelajaran agama, bahkan anak-anak usia taman kanak-kanak sudah lancar mengucapkan doa-doa harian seperti doa sebelum makan dan doa sebelum tidur. Tidak heran orang tua jaman sekarang berlomba-lomba memasukkan anaknya kesitu, siapa yang tidak bangga anaknya masih kecil sudah pandai membaca doa, membaca huruf hijaiyah, rajin sholat lima waktu bahkan ada juga yang sudah hapal juz amma. Soal biaya pendidikan tentulah lebih mahal dibandingkan sekolah negeri karena sekolah terpadu ini dikelola swasta sehingga semua biaya biasanya dibebankan kepada murid, tapi bagi kalangan menengah ke atas yang tidak perlu lagi memikirkan soal biaya pendidikan anak-anaknya, mahalnya biaya pendidikan dianggap sebanding dengan kualitas yang mereka harapkan didapat anaknya dari sekolah tersebut.

Masalahnya adalah bagi kalangan bawah yang juga ingin anaknya mendapatkan pendidikan agama yang baik seperti di sekolah terpadu, mahalnya biaya tersebut jelas menjadi penghalang besar untuk menyekolahkan anaknya kesana. Bukan baru kali ini saja aku mendengar orang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan di sekolah terpadu, bahkan dulu teman sesama pegawai negeri sepertiku juga mengeluhkan biaya pendidikan di sekolah itu yang dia tidak sanggup membayarnya dan akhirnya memilih menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Apalagi bagi sopir angkot dan ibu tadi, mereka hanya bisa gigit jari dan menyaksikan anak-anak orang kaya itu pulang sekolah.

Tapi ada juga seorang teman yang menurutku mampu secara ekonomi yang lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri, saat kutanya mengapa anaknya tidak disekolahkan di sekolah terpadu jawabnya cukup mempengaruhi pikiranku : " saya tidak ingin anak saya dimanjakan oleh lingkungan yang homogen dari kecil, dengan teman-teman yang sama kayanya, sama kegiatannya, dan persamaan-persamaan yang lain, saya kuatir jika nanti anak saya tidak lagi sekolah di lingkungan yang seperti itu dia tidak mampu menyikapi perbedaan teman-temannya. Jadi  biar saja dia sekolah di sekolah negeri, dia harus menerima teman-temannya ada yang agamanya berbeda dan ada yang kemampuan ekonominya di bawah orang tuanya, anak saya harus menrima dan menghargai perbedaan-perbedaan itu."
" Trus bagaimana dengan pendidikan agamanya?" aku masih penasaran.
"Anak saya mengaji di masjid sehabis magrib bersama dengan teman-temannya, di rumah juga dia melihat dan kadang ikut berjamaah dengan orang tuanya melaksanakan sholat lima waktu, saya yakin sampai besar pun insyaallah dia akan selalu ingat kalau orang tuanya di rumah selalu mengajarkan dan mencontohkan sholat, puasa dan berbuat baik dengan tetangga" ooo jadi begitu pikirku.

Teringat dengan masa sekolahku dulu, dari pendidikan dasar hingga menengah aku dan saudara-saudaraku disekolahkan di sekolah negeri yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Dulu memang belum ada sekolah terpadu seperti itu, dulu sekolah-sekolah dibedakan antara sekolah favorit dengan sekolah yang biasa saja. Anak-anak yang berhasil masuk ke sekolah negeri favorit biasanya adalah anak-anak yang memiliki nilai bagus, jadi orang biasa menyebut sekolah favorit itu dengan sekolahan anak pintar. 
Murid-muridnya juga beragam, tak peduli dia miskin atau kaya, asalkan nilainya cukup untuk masuk sekolah favorit maka dia akan diterima masuk disitu. 
Di sekolah itu dulu aku bertemu dengan teman-teman yang berbeda pekerjaan orang tuanya, berbeda agamanya, bahkan berbeda warna kulitnya. Sepulang sekolah masih ada banyak waktu untuk bermain, kadang kalau sedang ikut mama ke pasar aku bertemu dengan teman sekelas yang sedang membantu orang tuanya berjualan sayur, atau ketika naik delman bertemu teman yang membantu bapaknya menjadi sais delman.

Sama seperti semua orang tua di dunia ini aku juga berharap bisa memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anakku nanti, tapi aku juga mengagumi alasan temanku yang kuceritakan di atas tentang alasannya tidak memasukkan anaknya ke sekolah yang mahal itu. Apapun pendidikan sekolah yang kupersiapkan untuk anakku nanti, aku bertekad pendidikan di rumah haruslah yang terbaik, keteladanan kedua orang tuanya dalam menjalankan perintah agama pastilah akan lebih lama membekas dalam kehidupan seorang anak dibandingkan pendidikan yang diterima disekolahnya.

Komentar

  1. sama juga seperti saat ini... anak nya sedang ujian orang tuanya yang stress...

    BalasHapus
  2. nah, ada ambisi apa orang tuanya sampe hrs stress kalo anaknya sedang ujian...aneh ya lim...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love Story (Erich Segal)

Resensi Buku : Three Cups of Tea

Sangatta, Bontang hingga Kota Tepian Samarinda